Peran Ahli K3 di Fasilitas Kesehatan dalam Masa Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 yang disebabkan virus SARS-Cov-2 telah melanda dunia sejak akhir Desember 2019 yang bermula dari Wuhan, China pada bulan Desember 2019 dan telah menyebar ke seluruh dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) kemudian mendeklarasikan COVID-19 sebagai kondisi darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional.

Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO menyatakan COVID-19 dalam kategori pandemi. COVID-19 merupakan pandemi pertama yang disebabkan oleh coronavirus.

Korban dari pandemi ini tidaklah sedikit. Setidaknya terdapat jumlah korban hampir 1 juta jiwa per Oktober 2020 dan jumlah terinfeksi hampir mencapai 27 juta jiwa per Oktober 2020 (https://www.worldometers.info/coronavirus/).

Di negara berkembang seperti Indonesia, kita sering menghadapi beberapa tantangan seperti tingginya risiko pekerja di bidang kesehatan yang terpapar dengan penyakit infeksius di tempat kerja terutama RS (Rumah Sakit), terbatasnya jumlah SDM medis dan implementasi K3 yang masih terbatas di fasilitas kesehatan. Kita telah menghadapi situasi pandemi seperti saat ini sudah hampir 7 bulan lamanya.

Penularan COVID-19

Transmisi virus dari orang ke orang melalui kontak langsung percikan (droplet) infeksius ke lapisan mukosa menjadi metode utama penularan. Virus dikeluarkan bersama sekresi pernapasan ketika penderita berbicara, batuk, atau bersin.

Penularan juga dapat terjadi melalui kontak tidak langsung sentuhan droplet pada berbagai permukaan yang diikuti sentuhan pada mulut, hidung, atau mata dengan tangan yang sama.

Untuk mengendalikan COVID-19, banyak negara menggunakan kombinasi kegiatan perlambatan dan mitigasi dengan maksud menunda lonjakan besar pasien sehingga sesuai dengan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit, sambil melindungi yang paling rentan dari infeksi, termasuk orang tua dan mereka yang memiliki komorbiditas.

Melindungi Pekerja Medis

Pencegahan infeksi pada pekerja medis merupakan salah satu aspek kritis dari respon secara nasional dan sangat penting dalam masa pandemic. Orang yang paling berisiko terinfeksi adalah mereka yang berhubungan dekat dengan pasien COVID-19 atau yang merawat pasien COVID-19.

Petugas kesehatan berada di garis depan dari respons pandemi COVID-19 memiliki risiko yang lebih besar untuk terpajan infeksi. SARS-CoV-2 sebagai virus penyebab COVID-19 merupakan salah satu dari sejumlah bahaya potensial.

Petugas kesehatan sebagai garda terdepan mempunyai risiko pajanan tertinggi terhadap biohazard SARS-COV-2 penyebab penyakit COVID-19.

Perang dan Tanggung Jawab Ahli K3 di RS

Kita menyepakati bahwa pekerjaan di rumah sakit adalah pekerjaan yang berbahaya pada masa pandemi ini. Oleh karenanya, ahli K3 sangat berperan untuk memastikan tenaga kesehatan tetap dalam kondisi selamat dan sehat terutama dalam penularan COVID-19.

Kemudian, apakah peran dan tanggung jawab ahli K3 di RS ataupun di laboratorium pemeriksa sampel-sampel hasil tracking melalui swab yang dilakukan oleh petugas medis?

Berikut antara lain beberapa hal yang menjadi tanggung jawab dan poin penting yang bisa dilakukan :

1. Melakukan penilaian risiko

tim Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus melakukan Penilaian Risiko Kesehatan (HRA) untuk mengukur dampak dan risiko kesehatan akibat paparan COVID-19. Penilaian risiko bisa dengan mempertimbangkan penyakit-penyakit yang dialami tenaga kesehatan, penyakit yang dialami anggota keluarga tenaga kersehatan, tenaga kesehatan dalam karantina, tingkat kematia, pembatasan perjalanan oleh pemerintah, tidak adanya staf karena takut tertular infeksi di tempat kerja dan adanya gangguan bisnis perusahaan yang mungkin terjadi.

2. Melakukan Pengendalian Risiko

Kegiatan utama dalam tahap ini adalah mengembangkan strategi kesiapsiagaan tanggapan dengan pertimbangan:

  • mematuhi peraturan / standar setempat,
  • penilaian risiko pada tingkat risiko yang terkait dengan berbagai tempat kerja, tugas pekerjaan dan pekerja yang melakukan tugas termasuk di mana, bagaimana, dan ke sumber COVID-19 apa yang dapat diekspos oleh pekerja, baik dari rekan kerja, kontraktor, masyarakat umum, atau pasien, dan mengidentifikasi personel berisiko tinggi.

Menerapkan Hierarki Kontrol untuk COVID-19 jika berlaku misalnya:

  • Kontrol Bioengineering / Rekayasa (sistem Ventilasi, Vaksin),
  • Kontrol Administratif (pembersihan / sanitasi, dekontaminasi, jarak sosial, pelatihan kewaspadaan, PSBB),
  • Alat Pelindung Diri (masker N95, penutup kepala, penutup sepatu, pelindung wajah, sarung tangan, google).

Sementara itu ada bahaya lain selain dari sumber biologis (SARS-Cov-2) dan perlu intervensi yang komprehensif untuk mengurangi atau meminimalkan dampak negative yakni bahaya psikologi dari pekerja yang positif karena paparan COVID-19. Pekerja akan memiliki stigma “negatif” di lingkungan masyarakat, oleh karena itu dukungan sosial dari keluarga dan masyarakat perlu ditingkatkan.

3. Menyusun Business Continuity Plan

Tujuan dari proses perencanaan BCP adalah untuk menentukan bagaimana organisasi bisa mempertahankan layanan atau fungsi penting jika terjadi ketidakhadiran pekerja yang cukup banyak.

Ada beberapa aspek yang memerlukan perhatian khusus seperti mengidentifikasi titik kritis kegiatan organisasi, mengidentifikasi persyaratan peraturan dan perjanjian (regulasi), mengidentifikasi keterampilan yang diperlukan dan alokasi staf, mengidentifikasi skenario kasus yang lebih buruk (worst case scenario), alokasi staf penting untuk melakukan kegiatan penting, dan melakukan pelatihan pada skenario kasus-kasus yang lebih buruk, serta melakukan evaluasi dan perbaikan terus-menerus (continuous improvement).

Tantangan dari Biohazard

Selain itu tim K3 yang bekerja pada fasilitas kesehatan yang memeriksa sampel SARS-CoV-2 juga memiliki tantangan terhadap karakteristik biohazard.

Beberapa rumah sakit mempunyai sarana dan prasarana pengujian dan peralatan laboratorium yang lengkap. Seperti pada saat ini di tengah pandemic COVID-19 beberapa RS rujukan mempunyai sarana laboratorium pengujian sampel, misalnya peralatan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Tentu saja personil atau tenaga ahli di laboratorium harus mempunyai pemahaman akan prosedur bekerja yang aman dan selamat selama menangani atau menghandel sampel yang bersifat contagius (menular).

Setiap titik kritis di dalam penangan sampel SARS-CoV-2 harus diidentifikasi dan dilakukan pengendalian. Selain prosedur harus dipastkan bahwa personil laboratorium dibekali dan dilengkapi denga APD lengkap yang sesuai dengan standar dengan kualitas yang baik. Emergency respon plan, Good Laboratory Practices, dan Manajemen Biorisiko dan Biosecurity juga harus dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik.

Referensi

Gan, W.H., Lim, J.W. and David, K.O.H., 2020. Preventing intra-hospital infection and transmission of COVID-19 in healthcare workers. Safety and Health at Work

https://bisnis.tempo.co/read/1348521/tenaga-medis-hingga-relawan-covid-19-berhak-dapat-jaminan-kerja

https://www.worldometers.info/coronavirus/

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama