Awal bulan ini penyedia jasa transportasi Transjakarta mendapatkan pemberitaan yang memepertanyakan kebijakan keselamatan mereka.
Dikutip dari situs Okezone:
Bus Transjakarta yang beroperasi di Jabodetabek diduga kuat menggunakan ban vulkanisir atau ban bekas. Kondisi itu menjadi pertanyaan sejumlah warganet.
Hal itu terungkap usai akun resmi @tmcpoldametro dan @kontributorjakarta mempostingnya, Kamis (6/3/2021) siang tadi.
“Bus Transjakarta alami gangguan ban (vulkanisirnya lepas) di samping Pos Lantas Harmoni, Jakarta Pusat, dan sudah dalam penanganan montir,” demikian caption dalam postingan tersebut.
Postingan itu memperlihatkan bagaimana ban belakang bus Transjakarta yang lepas dan memperlihatkan vulkanisir bannya.
Dua petugas Transjakarta kemudian tampak membenahi ban yang terlihat telah gundul itu. Sembari menggunakan kunci roda, mereka mencoba melepas ban itu.
Postingan tersebut lantas membuat warganet berang. Mereka mempertanyakan kenapa Dishubtrans DKI Jakarta meloloskan bus Transjakarta yang menggunakan ban vulkanisir saat uji KIR?
Mengenal Ban Vulkanisir
Dikutip dari situs Otosite, Ban Vulkanisir adalah ban yang didaur ulang dengan cara mengukirnya kembali dan dijual dengan harga yang jauh lebih murah dari harga ban baru. Jika kita mengamati keadaan disekitar kita memang banyak sekali orang yang memburu ban ini sebagai pengganti ban kendaraan yang sudah gundul, banyak sekali pengusaha angkutan seperti angkot atau mobil-mobil besar seperti truk dan bus juga kerap menggunakan ban vulkanisir ini, ya pastinya mereka mendorong prinsip ekonomi modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Bukan hanya itu, di beberapa perusahan yang pernah penulis datangi, ada saja yang forklift dan mobile cranenya memakai ban vulkanisir. Ini diakui oleh mekaniknya.
Kelebihan menggunakan ban ini memang dari segi harganya. Menurut pengakuan orang yang biasa menggunakan ban vulkanisir, biayanya bisa Cuma 20-30% dari beli ban baru. namun apakah aman ?
Dari sebuah wawancara dengan sebuah mekanik ban oleh situs otomotif.tempo: Dengan ban ini, kenyamanan berkendara akan berkurang. Sebab, meski pakai tempelan baru, tapi usia ban tetap mengacu pada usia ban pertama yang bahannya mulai tidak elastis.
Bahkan, dalam kecepatan tinggi, menggunakan ban vulkanisir amat berisiko karena kekuatan tempelan yang tidak begitu kuat. Bisa saja tempelannya mengelupas.
Usia ban pun dapat dipastikan lebih pendek. Jika dihitung dari lama penggantian ban, maka perbandingannya adalah 2/3 berbanding satu.
“Kenyamanan di jalan raya juga kurang, karena kebanyakan ban vulkanisir tidak balans dan berbunyi ketika kecepatan tinggi. Sehingga kemungkinan kemudi akan bergetar pada kendaraan kecepatan tinggi,” ujarnya.
Apa Kata Ahli ?
Penulis juga bertanya kepada beberapa kawan mengenai kasus ini. Yang pertama, Capt Djemy Wagiu dari Transafe Indonesia yang menjadi langganan melakukan training Defensive Driving Training – Light vehicle. Yang Kedua, Rekan Budi Priyono, sesama asesor di bidang K3 yang menjadi asesor sertifikasi BNSP untuk pengemudi kendaraan keluarga dan kendaraan angkutan.
Ini kata Rekan Djemy
Sore juga Brooo..
Kalau dilihat dari dokumentasi kondisi ban bus transjakarta yang sobek seperti diatas..
Tidak heran banyak warganet yang menduga Ini ban yang digunakan adalah ban Vulkanisir… Karena terlihat seperti bannya terangkat atau terkelupas bekas lemnya terangkat..
Menilai Kelayakan Ban.. apakah ban tersebut hasil rebuild (vulkanisir) kelihatan secara visual dari samping ban… kelihatan ada sambungan bekas lem dan bisa juga terlihat dari luas penampang luar bannya (kembangnya tidak rata) kelihatan ada lekukan.
Komentar dari Rekan Budi
Sebenarnya Melihat Indikator Kelayakan ban ada 3 : Tread Wear Indicator (TWI), Tahun Produksi dan Fisik/Bentuk Ban.
Jadi walaupun Ban baru 3 tahun, Tapi kalau Tread Wear Indicator & Fisik tidak layak, maka harus segera di ganti.
Apalagi ini Bus Trans Jakarta yang (istilahnya) tidak ada istirahatnya, logika nya Ban blm 5 Th pasti TWI nya sudah tidak layak.
Mengenal Tread Wear Indicator (TWI)
Dikutip dari situs SafetyManualOsha:
All tires have “tread wear indicators” built right into them. These indicators are molded into the bottom of the tread groves and will appear as “bands” when the tread depth reduces to the size of 1/16th of an inch. When the indicators appear in two or more adjacent grooves, the tire should be replaced.
Terjemahan : Semua ban memiliki “tread wear indicators” yang disematkan kepada ban. Indikator ini dibentuk di bawah dari galur tapak (tread groves) dan akan terlihat seperti pita ketika kedalaman tapak ban berkurang hingga 1/16 inci. Ketika indikator terlihat dalam 2 atau lebih groove, maka ban harus diganti.
Sementara dari Situs NHTSA,
Tires have built-in “tread wear indicators,” which are raised sections that run in between the tire’s tread. When the tread is worn down so that it’s level with the tread indicator, it’s time to replace your tires.
Terjemahan : Ban sudah ditanam dengan “tread wear indicators” yang merupakan bagian menonjol di antara tapak ban. Ketika tapak semakin terkikis, level dari tread indicator juga semakin menipis, inilah saatnya untuk mengganti ban Anda.
Demi mempermudah konsumen untuk mengetahui batas penggunaan ban, setiap produsen ban menyematkan TWI (tread wear indicator) pada telapak ban dan untuk mencari posisinya bisa dilihat pada bagian dinding samping ban dengan simbol segitiga.
Pada ban mobil kategori Pessanger Car (PCR) atau biasa dikenal dengan ban mobil penumpang, batas TWI berada pada 1,6mm dari dasar groove, namun kemudian dalam kajian lain ditentukan batas aman penggunaan ban mobil yakni 3,5 mm sisa ketinggian telapak ban (remaining groove depth) dari dasar groove.
Jarak tersebut menjadi peringatan bagi pemilik kendaraan karena performa ban mengalami penurunan hingga 30%, maka dari itu, dibutuhkan usaha yang lebih dalam merawat ban seperti intensitas pengecekan tekanan angin ditingkatkan, kurangi beban muatan, cek kaki-kaki kendaraan (spooring & balancing) dan hindari berkendara secara agresif. Hal tersebut dilakukan apabila anda ingin menggunakan ban sampai dengan batas TWI dengan aman dan nyaman.
Selain melihat batas TWI, banyak orang yang menjadikan jarak tempuh penggunaan atau kilometer sebagai patokan untuk mengganti ban. Batas normal rata-rata penggunaan ban mobil (PCR) yakni 30.000 – 40.000 kilometer. Namun tetap saja, memang jauh lebih akurat jika mengukurnya dari indikator TWI.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa pemilik mobil wajib mengetahui batas aman penggunaan ban? Karena kelayakan pada sebuah ban sangat mempengaruhi keselamatan berkendara. Ban yang aus jika dipaksakan terus berjalan dapat memungkinkan terjadinya kecelakaan, entah itu tergelincir karena licin maupun ban akan mudah pecah.
Tidak hanya itu, menggunakan ban yang sudah aus juga dapat berpengaruh terhadap performa dari kendaraan itu sendiri. Kemampuan kendaraan untuk berakselerasi akan menurun dan grip pun tidak akan maksimal. Sumber (Situs produsen ban Maxxis)
Nah, pembaca setia katigaku sudah lebih paham mengenai Treadwear Indicator kan sekarang ?
Baca Juga: Apa yang Bisa Dipelajari Dari Kecelakaan Mobil di Apotek Senopati?
Bantahan dari TransJakarta
Pihak TransJakarta dalam kasus ini membantah telah menggunakan ban vulkanisir. Berikut penulis ambil dari berita di situs resmi transjakarta.co.id:
“Transjakarta tidak pernah menggunakan ban vulkanisir pada semua armada baik swakelola maupun milik operator. Kami memastikan Transjakarta memberikan yang terbaik, baik dari sisi pelayanan maupun semua fasilitas yang disediakan,” tegas Direktur Utama PT Transjakarta, Sardjono Jhony Tjitrokusumo di Jakarta.
Jhony menambahkan, bus yang mengalami kerusakan tersebut milik swakelola Transjakarta dengan nomor body TJ217 yang beroperasi dengan rute PGC – Harmoni (5C). Saat melakukan pelayanan sekitar pukul 07.30 wib, namun ketika bus melintas di lampu merah Harmoni dari Juanda arah Harmoni mengalami pecah pada roda depan bagian kanan bus.
“Ini murni pecah ban. Semua ban kita original hanya saja pada armada tersebut ban produksi 2016, sehingga saat pecah terlihat seperti vulkanisir lepas. Harus dipahami, jika ban mengalami pecah, bukan berarti vulkanisir sebab pada ban originalpun bisa terjadi,” katanya.
Terkait kejadian pecah ban ini lanjut Jhony, kondisi ban masih dalam keadaan baik (TWI 5,7 mm). Bahkan, bus terakhir kali dilakukan uji KIR pada 9 Februari 2021 dan lulus untuk melayani seluruh masyarakat.
“Adapun saat ban pecah, pihak kepolisian mengarahkan armada untuk tetap melaju hingga halte Harmoni sehingga kondisi ban mengalami sobek di sekelilingnya. Transjakarta masih melakukan investigasi lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pasti,” imbuhnya.
Kita berharap semoga Investigasi insiden dari kejadian ini segera dapat menemukan penyebab pasti dari kejadian ini (Penyebab langsung maupun tidak langsung).
Demikian artikel tentang Tread wear indicator dari kejadian Bus Transjakarta yang (diduga) menggunakan ban vulkanisir.
Semoga dapat berguna bagi Pembaca setia Katigaku semua.
Salam,
Luki Tantra
Trainer & Asesor Sertifikasi BNSP
Baca Tulisan Saya Yang lain Di Sini
Sumber
- https://otomotif.tempo.co/read/1469145/transjakarta-bantah-gunakan-ban-vulkanisir-ternyata-usia-ban-sudah-5-tahun/full?view=ok
- https://news.detik.com/berita/d-5592839/transjakarta-tegaskan-tak-ada-armada-pakai-ban-vulkanisir
- https://transjakarta.co.id/transjakarta-pastikan-tidak-pakai-ban-vulkanisir/
- https://megapolitan.okezone.com/read/2021/06/03/338/2419605/transjakarta-gunakan-ban-vulkanisir-alami-gangguan-warganet-pertanyakan-uji-kir
- https://otosite.net/ban-vulkanisir/
- https://otomotif.tempo.co/read/1023934/simak-5-kerugian-menggunakan-ban-sepeda-motor-vulkanisir/full&view=ok
- https://www.safetymanualosha.com/tire-wear/
- https://maxxis.id/ketahui-batas-safety-penggunaan-ban-mobil/
- https://www.nhtsa.gov/equipment/tires
Posting Komentar