Aktivis Gugat Clearview AI yang Kumpulkan Miliaran Foto dari Medsos untuk Pengenalan Wajah
Aktivis yang memperjuangkan hak-hak kebebasan sipil mengajukan gugatan terhadap perusahaan penyedia layanan pengenalan wajah Clearview AI, karena mengumpulkan dan menyimpan data 3 miliar orang dari media sosial.
Clearview AI merupakan salah satu penyedia aplikasi pengenalan wajah yang digunakan oleh lembaga penegak hukum dan juga perusahaan swasta di seluruh dunia.
Dikutip dari Security Week, gugatan tersebut diajukan Selasa (9 Maret 2021) oleh empat aktivis kebebasan sipil, Komunitas Mijente dan organisasi Norcal Resist, di pengadilan tinggi Alameda County di San Francisco Bay Area.
Dalam gugatan tersebut, para aktivis menyebutkan bahwa Clearview AI telah melanggar konstitusi California. Mereka juga meminta agar pemerintah membuat perintah yang melarang pengumpulan informasi biometrik di California dan mengharuskan Clearview untuk menghapus data yang sudah dikumpulkan.
Para aktivis mengatakan, bahwa perusahaan telah membangun database pengenalan wajah (facial recognition), yang dinilai paling berbahaya, untuk memenuhi permintaan lebih dari 2000 lembaga penegak hukum dan perusahaan swasta. Clearview AI bahkan dianggap mengumpulkan database hampir tujuh kali lebih besar daripada FBI.
“Clearview telah memberi ribuan lembaga pemerintah dan entitas swasta untuk mengakses basisdatanya, yang dapat mereka gunakan untuk mengidentifikasi orang-orang dengan pandangan yang berbeda, memantau asosiasi mereka, dan melacak demonstran,” ungkap para aktivis dalam gugatannya.
Para aktivis mengatakan, Clearview AI memanfaatkan puluhan situs internet, seperti Facebook, Twitter, Google dan Venmo, untuk mengumpulkan foto wajah. Mereka mengumpulkan data biometrik dengan menggunakan program komputer yang secara otomatis memindai dan menyalin data. Data tersebut untuk mengidentifikasi biometrik individu seperti bentuk dan ukuran mata yang kemudian dimasukkan ke dalam database "faceprint" yang dapat digunakan klien untuk mengidentifikasi seseorang.
“Gambar yang diambil ini tidak hanya oleh gambar yang diposting oleh individu dan keluarga dan teman mereka, tetapi juga orang-orang yang secara tidak sengaja ditangkap dengan latar belakang foto orang asing.”
Perusahaan juga diketahui telah menawarkan jasanya kepada penegak hukum bahkan di kota-kota yang melarang penggunaan pengenalan wajah. Seperti kota Bay Area di Alameda, San Francisco, Oakland dan Berkeley, telah membatasi atau melarang penggunaan teknologi pengenalan wajah oleh penegak hukum setempat.
Dalam penawarannya kepada penegak hukum, Clearview AI mengatakan sistemnya bekerja dengan cara otomatis untuk menemukan data seseorang yang sedang dicari. Penegak hukum cukup mengunggah foto orang yang sedang dicari, lalu sistem akan mencocokkan dengan basisdata miliaran wajah yang disimpan di server Clearview AI.
Seperti yang diketahui, sistem pengenalan wajah menerima banyak kritik karena kemampuan pengawasan massal, yang dianggap meningkatkan masalah privasi. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa teknologi tersebut jauh lebih mungkin untuk salah mengidentifikasi orang kulit hitam dan orang kulit berwarna lainnya daripada orang kulit putih, yang dianggap sebagai bias teknologi dan dapat menyebabkan salah tangkap oleh aparat penegak hukum.
Sementara itu, CEO Clearview AI, Hoan Ton-That, mengatakan, berdasarkan sebua studi independen telah mengindikasikan bahwa Clearview AI tidak memiliki bias rasial. Dia juga berpendapat bahwa penggunaan teknologi pengenalan wajah yang akurat dapat mengurangi kemungkinan penangkapan yang salah.
“Sebagai orang dari ras campuran, memiliki teknologi yang tidak bias penting bagi saya,” katanya.
Clearview AI juga diketahui menghadapi gugatan lain, salah satunya yang diajukan di Illinois. Gugatan tersebut menuduh perusahaan melanggar undang-undang privasi biometrik negara bagian tersebut. Sementara di Kanada, komisi privasi negara itu meminta perusahaan untuk menghapus data warga negara Kanada.
إرسال تعليق